وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (99)
“ Beribadahlah kepada Rabb-mu sampai datang al yaqin.”
[Al Hijr : 99]
Saudaraku yang dimuliakan Alloh ta’ala, kita semua sudah tahu bahwa tujuan utama kita hidup di dunia adalah untuk menegakkan ubudiyah hanya kepada Alloh ta’ala saja, tidak pada yang selain-Nya, meskipun dia para nabi, malaikat, wali [yang benar-benar wali Alloh] atau orang-orang shalih yang mempunyai kedudukan tinggi disisi Alloh ta’ala, apalagi selain mereka.
Lalu sampai kapankah kita akan beribadah kepada Alloh ?
Apakah jika ada seseorang mencapai derajat [maqom] tertentu maka dia boleh terbebas dari beban ibadah ?
Oleh karena itu mari kita sama-sama mempelajari firman Alloh ta’ala di surat al Hijr ayat 99 ini.
Apa makna الْيَقِينُ dalam ayat di atas ?
Imam Bukhari –rohimahulloh- berkata :
قال سالم: الموت
“ Salim berkata : [al yaqin] adalah al maut [kematian]”
Maksud Salim dari perkataan Imam Bukhari diatas adalah Salim bin Abdullah bin Umar sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ath Thobari –rohimahulloh-.
Demikian juga ulama’ yang lain mengatakan hal yang sama, bahwa maksud al yaqin dalam ayat diatas adalah al maut [kematian]. Diantara ulama yang berkata demikian adalah Mujahid, Hasan Al Bashri, Qotadah dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam –rohimahumulloh-.
Dalil yang digunakan oleh para ulama’ ketika menafsirkan al yaqin dalam ayat diatas dengan kematian adalah firman Alloh ta’ala ketika menceritakan jawaban para penghuni neraka ketika ditanya sebab mereka masuk neraka :
{ لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ } [المدثر: 43-47]
“ Mereka menjawab:” Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan hingga datang kepada kami kematian.” [al-Muddatstsir : 43-47]
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa salah satu cara yang digunakan oleh para ulama’ ketika menafsirkan suatu ayat atau kata dalam al Qur’an adalah dengan menjelaskan ayat tersebut dengan ayat yang lainnya.
Ayat ini juga dijadikan dalil oleh para ulama’ yang menyatakan bahwa orang kafir itu terkena furu’ syariat, sebagaimana istilah ulama’. Oleh karena dalam ayat diatas disebutkan bahwa diantara sebab yang memasukkan mereka kedalam neraka adalah karena mereka tidak melaksanakan shalat dan tidak memberi makan orang miskin. Padahal tidak memberi makan orang miskin merupakan furu’ syariat. Sehingga orang kafir, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama’ bahwa mereka terkena beban untuk melaksanakan furu’ syariat yaitu untuk melaksanakan shalat, puasa, zakat dan beban syariat yang lain setelah mereka masuk Islam dan mereka akan mendapatkan adzab Alloh ta’ala disebabkan mereka tidak melaksanakan shalat, puasa dan beban syariat yang lainnya.
Dalil lain yang menunjukkan bahwa orang kafir itu terkena beban melaksanakan furu’ syariat dan diadzab disebabkan mereka tidak melaksanakan furu’ syariat tersebut adalah bahwa seorang muslim yang Alloh cintai saja juka tidak melaksanakan furu’ syariat tadi akan diadzab oleh Alloh apalagi musuh-musuh Alloh yaitu orang-orang kafir ?
-wallohu’alam-
Imam Ibnu Katsir –rohimahulloh – berkata :
{ وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ } -على أن العبادة كالصلاة ونحوها واجبة على الإنسان ما دام عقله ثابتا فيصلي بحسب حاله، كما ثبت في صحيح البخاري، عن عمران بن حصين، رضي الله عنهما، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “صَلِّ قائمًا، فإن لم تستطع فقاعدًا، فإن لم تستطع فعلى جَنْب” (2)
“ Beribadahlah kepada Rabb-mu sampai datangnya kematian .” bahwa semua ibadah seperti shalat dan selainnya wajib bagi setiap orang selama orang tersebut masih memiliki akal, maka orang tersebut shalat menurut kemampuannya. Sebagaimana terdapat dalam shahih Bukhari dari sahabat Imran bin Husain – rodhiyallohu ‘anhu – , sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ shalatlah kalian dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk dan jika tidak mampu maka dengan berbaring .”
Kemudian Beliau –rohimahulloh- melanjutkan perkataannya :
ويستدل بها على تخطئة من ذهب من الملاحدة إلى أن المراد باليقين المعرفة، فمتى وصل أحدهم إلى المعرفة سقط عنه التكليف عندهم. وهذا كفر وضلال وجهل، فإن الأنبياء، عليهم السلام، كانوا هم وأصحابهم أعلم الناس بالله وأعرفهم بحقوقه وصفاته، وما يستحق من التعظيم، وكانوا مع هذا أعبد الناس وأكثر الناس عبادة ومواظبة على فعل الخيرات إلى حين الوفاة. وإنما المراد باليقين هاهنا الموت، كما قدمناه.
“ Ayat ini menunjukkan atas kesalahan orang-orang atheis yang beranggapan bahwa maksud al yaqin adalah pengetahuan. Oleh karena itu siapa saja yang sudah mengetahui maka gugurlah beban syariat padanya. Ini adalah kekafiran, kesesatan dan kebodohan. Karena para Nabi –‘alaihim as salam- mereka dan para pengikutnya adalah orang yang paling mengetahui tentang Alloh dan yang paling paham tentang hak dan sifat-sifat-Nya, paling mengetahui bagaimana mengagungkan-Nya. [Meskipun demikian keadaannya ] namun mereka adalah orang yang paling banyak beribadah kepada Alloh, mereka adalah orang yang paling bersegera melaksanakan kewajiban sampai kematian datang. Oleh karena itu maksud al yaqin dalam ayat ini adalah kematian sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya .”
Apa faedah Penyebutan “حتى يأتيك اليقين” dalam ayat diatas padahal perintah untuk ibadah sudah cukup dengan ungkapan “واعبد ربك” ?
Imam Qurthubi –rohimahulloh- menjelaskan :
قيل له: الفائدة في هذا أنه لو قال: “واعبد ربك” مطلقا ثم عبده مرة واحدة كان مطيعا؛ وإذا قال “حتى يأتيك اليقين” كان معناه لا تفارق هذا حتى تموت
“ dikatakan : faedah penyebutan “ sampai datang kematian” adalah : seandainya hanya dikatakan “ beribadahlah kepada Rabb-Mu “ saja maka jika ada orang yang beribadah kepada Alloh meskipun hanya sekali maka dia dinilai sebagai orang yang taat. Akan tetapi jika dikatakan “ sampai datang kematian” maknanya adalah tidak meninggalkan ibadah [kepada Alloh] sampai meninggal dunia.”
Kemudian mengapa Alloh tidak menggunakan kata أبدا [selamanya] tetapi memakai kata “حتى يأتيك اليقين” [sampai datang kematian] ?
Imam Qurthubi –rohimahulloh- berkata :
فالجواب أن اليقين أبلغ من قوله: أبدا؛ لاحتمال لفظ الأبد للحظة الواحدة ولجميع الأبد. وقد تقدم هذا المعنى. والمراد استمرار العبادة مدة حياته، كما قال العبد الصالح: وأوصاني بالصلاة والزكاة ما دمت حيا
“ Jawabannya adalah sesungguhnya lafadz al yaqin itu lebih tepat dan sesuai dengan maksud dari pada lafadz أبدا [selamanya]. Karena lafadz أبدا ini kemungkinannya bisa sementara waktu saja atau selamanya. Dan telah berlalu penjelasannya. [Oleh karena itu] maksud dari ayat diatas adalah terus-menerus beribadah selama kehidupannya. Sebagaimana perkataan seorang hamba yang shalih “ Dan Dia [Alloh] memerintahkan kepadaku untuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat selama aku masih hidup.”
Faedah-Faedah Ayat :
1. Ibadah seorang hamba hendaknya hanya ditujukan kepada Rabb-nya yaitu Alloh ta’ala semata.
Oleh karena itu Alloh berfirman وَاعْبُدْ رَبَّكَ
2. Yang berhak mendapatkan peribadatan kita hanyalah Dzat yang mempunyai sifat rububiyah.
Dia adalah Alloh ta’ala semata, karena Dia yang bisa menghidupkan, mematikan, memberi rizki, memberi manfaat yang mengusai alam ini dan sifat-sifat rububiyah yang lain. Sehingga setinggi apapun kedudukan seorang hamba [Nabi, Malaikat, orang-orang shalih] tidak berhak mendapatkan peribadatan kita, apalagi orang yang dia tidak mempunyai kedudukan tinggi disisi Alloh ta’ala.
3. Wajib bagi kita untuk beribadah kepada Alloh sampai malakul maut mencabut nyawa kita.
4. Tidak benarnya anggapan orang yang berkeyakinan atau orang membenarkan aqidah bahwa jika seseorang sudah mencapai maqom tertentu maka dia sudah bisa terbebas dari beban syariat.
Kenapa ?
Karena Nabi kita yang mulia saja masih diperintahkan untuk beribadah kepada Alloh apalagi selain Nabi ?
5. Nabi juga diperintahkan untuk beribadah kepada Alloh sampai kematian datang.
6. Perintah untuk Nabi hukum asalnya juga perintah kepada kita, sampai ada dalil yang menyatakan bahwa hal tersebut khusus untuk Nabi.
7. Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian.
8. Tafsir yang benar dengan makna al yaqin adalah al maut [kematian]
9. Pentingnya seseorang untuk merujuk kepada tafsir para ulama’ dalam memahami dalil supaya tidak terjatuh dalam kesalahan.
10. Bahayanya menafsirkan Al Qur’an dengan akal sendiri tanpa melihat qoul para ulama’.
11. Para ulama’ adalah orang yang paling mengerti tentang tafsir dan maksud dari suatu dalil.
12. Hendaknya seorang muslim yang menyakini akan kepastian datangnya kematian, dia persiapkan dirinya untuk menghadapinya. Sehingga keyakinannya tersebut benar-benar disertai dengan amalan.
Umar bin Abdul Aziz –rohimahulloh- berkata :
ما رأيت يقينا أشبه بالشك من يقين الناس بالموت ثم لا يستعدون له
“ Saya tidaklah mengetahui keyakinan yang mirip dengan keraguan [kecuali] keyakinan manusia akan datangnya kematian akan tetapi mereka tidak bersiap-siap untuk menghadapinya .”
Wallohua’lam
Assalamualaikum…komen saya bagus sekali..mohon izin baca dan copy utk penghayatan dan ilmu…syukran..tq