Fawaaid surat Al Baqarah ayat 114

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلاَّ خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

(البقرة:114)

Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.

(Al Baqarah : 114)

Ketika menafsirkan dan menjelaskan ayat ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa faedah yang dapat dipetik dari ayat yang mulia ini, Beliau rahimahullah berkata :

– من فوائد الآية: أن المعاصي تختلف قبحاً؛ لقوله تعالى: { ومن أظلم }؛ و{ أظلم } اسم تفضيل؛ واسم التفضيل يقتضي مفضَّلاً، ومفضَّلاً عليه؛ وكما أن المعاصي تختلف، فكذلك الطاعات تختلف: بعضها أفضل من بعض؛ وإذا كانت الأعمال تختلف فالعامل نتيجة لها يختلف؛ فبعض الناس أقوى إيماناً من بعض؛ وبهذا نعرف أن القول الصحيح قول أهل السنة، والجماعة في أن الإيمان يزيد، وينقص، والناس يتفاوتون تفاوتاً عظيماً لا في الكسب القلبي، ولا في الكسب البدني: فإن الناس يتفاوتون في اليقين؛ ويتفاوتون في الأعمال الظاهرة من قول أو فعل

  • Diantara faedah ayat ini adalah : Sesungguhnya perbuatan maksiat itu berbeda-beda tingkat keburukannya. Berdasarkan firman Allah ta’ala ” Dan siapakah yang lebih dhalim” Kata Adhlamu merupakan isim tafdhil yang menunjukkan arti lebih atau paling. Sebagaimana perbuatan maksiat yang bertingkat-tingkat, ketaatan juga demikian, bertingkat-tingkat. Sebagiannya lebih utama dari ketaatan yang lainnya. Jika suatu amal dan perbuatan itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda maka orang yang beramal juga berbeda-beda. Sebagian orang memiliki keimanan yang lebih kuat dari yang lainnya. Oleh karena itu kita mengetahui bahwa pendapat yang benar adalah pendapatnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwasanya iman itu bisa bertambah dan berkurang. Manusia memiliki tingkat perbedaan yang besar dalam amalan hati maupun amalan anggota badan, tingkat keyakinan mereka berbeda-beda, demikian juga amalan dzahir mereka berbeda-beda baik berupa amal perkataan maupun perbuatan.

يتفاوتون في اليقين: فإن الإنسان نفسه تتفاوت أحواله بين حين وآخر؛ في بعض الأحيان يصفو ذهنه وقلبه حتى كأنما يشاهد الآخرة رأي عين؛ وفي بعض الأحيان تستولي عليه الغفلة، فيَقِلُّ يقينه؛ ولهذا قال الله تعالى لإبراهيم: {أو لم تؤمن قال بلى ولكن ليطمئن قلبي} [البقرة: 260] ؛ وتفاوت الناس في العلم، واليقين أمر معلوم: فلو أتى رجل، وقال: «قدم فلان» – والرجل ثقة عندي – صار عندي علم بقدومه؛ فإذا جاء آخر، وقال: «قدم فلان» ازداد علمي؛ فإذا جاء الثالث ازداد علمي أكثر؛ فإذا رأيتُه ازداد علمي؛ فالأمور العلمية تتفاوت في إدراك القلوب لها

Manusia berbeda-beda dalam hal keyakinan, karena keadaan hati dan jiwa mereka itu berbeda-beda dari waktu ke waktu. Dalam waktu tertentu hati dan akalnya bersih sehingga seolah-olah menyaksikan akhirat dengan kedua matanya. Kemudian di lain waktu, kelalaian telah menguasai hatinya sehingga merubah keyakinannya. Oleh karena itu Allah ta’ala berkata kepada Ibrahim ‘alaihis salam  Belum yakinkah kamu ?. Ibrahim menjawab: Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (Al Baqarah : 260). Maka perbedaan manusia itu dalam masalah ilmu dan keyakinan merupakan perkara yang sudah diketahui. Seandainya ada orang yang datang, kemudian berkata ” Si fulan telah datang” dan yang mengatakan itu orang yang terpercaya menurut saya, maka saya menjadi memiliki ilmu tentang kedatangan si fulan. Kemudian jika datang lagi orang kedua, dan berkata ” Si fulan telah datang” maka bertambah lagi ilmuku. Jika datang lagi orang yang ketiga dan mengatakan hal yang sama, ilmu bertambah lebih banyak lagi. Bahkan jika saya melihat si fulan itu sendiri, akan semakin menambah lagi ilmuku. Maka hati itu memiliki tingkat perbedaan dalam mengetahui perkara ilmiah.

أيضاً يتفاوت الناس في الأقوال: فالذي يسبِّح الله عشر مرات أزيد إيماناً ممن يسبِّحه خمس مرات؛ وهذه زيادة كمية الإيمان؛ كذلك يتفاوت الناس في الأعمال من حيث جنس العمل: فالمتعبد بالفريضة أزيد إيماناً من المتعبد بالنافلة؛ لقوله تعالى في الحديث القدسي: «ما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افترضت عليه»(1) ؛ فبهذا يكون القول الصواب بلا ريب قول أهل السنة، والجماعة أن الإيمان يزيد وينقص

Demikian juga perbedaan manusia dalam perkataan. Orang yang bertasbih kepada Allah sebanyak 10 kali akan lebih akan bisa lebih menambah imannya daripada orang yang bertasbih 5 kali. Ini bertambahnya iman karena jumlah (ketaatan). Demikian juga perbedaan manusia jika dilihat dari jenis amalan, orang yang mengerjakan perbuatan wajib lebih bertambah imannya dari pada orang yang mengerjakan perkara nafilah (dianjurkan). Berdasarkan firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi ” Tidaklah seseorang mendekatkan diri kepadaKu dengan suatu amalan daripada amalan yang Aku wajibkan kepadanya “ (HR. Bukhari). Berdasarkan hal ini maka pendapat yang paling benar tanpa ada keraguan sama sekali adalah pendapatnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menyatakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.

ومن فوائد الآية: جواز منع دخول المساجد لمصلحة؛ لقوله تعالى: { أن يذكر فيها اسمه}؛ ومنع مساجد الله له أسباب؛ فتارة تمنع المساجد من أن تمتهن فرشها، أو أرضها، أو كتبها، أو مصاحفها؛ فتغلَّق الأبواب حماية لها؛ وتارة تغلق أبوابها خوفاً من الفتنة، كما لو اجتمع فيها قوم لإثارة الفتن، والتشويش على العامة؛ فتغلق منعاً لهؤلاء من الاجتماع؛ وتارة تغلق لترميمها، وإصلاحها؛ وتارة تغلق خوفاً من سرقة ما فيها؛ ففي كل هذه الصور إغلاقها مباح، أو مطلوب

  • Diantara faedah ayat ini adalah : Bolehnya melarang seseorang masuk ke dalam masjid karena ada mashlahah (manfaat). Berdasarkan Firman Nya ” orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya” . Maka melarang seseorang masuk ke dalam masjid karena adanya sebab.Terkadang dilarang masuk masjid karena karpet, lantai, kitab dan mushaf nya dihinakan, maka pintu masjid ditutup untuk menjaga dari perbuatan tersebut. Terkadang pintu masjid ditutup karena khawatir terjadi fitnah, sebagaimana jika ada suatu kelompok orang yang berkumpul di dalam masjid untuk menyebarkan fitnah dan membuat keragu-raguan pada orang awam. Maka pintu masjid ditutup untuk mencegah mereka berkumpul di dalam masjid. Terkadang pintu masjid ditutup karena adanya renovasi dan perbaikan masjid. Terkadang juga karena khawatir adanya pencuri yang masuk ke dalam masjid. Karena semua hal-hal ini bisa menjadikan masjid ditutup pintunya, maka hukum menutup pintu masjid itu mubah atau bahkan merupakan perkara yang dituntut.

ومنها: تحريم منع المساجد من أن يذكر فيها اسم الله سواء كان ذكر الله: صلاة، أو قراءة للقرآن، أو تعليماً للعلم، أو غير ذلك.

وأخذ بعض العلماء من هذه الآية: تحريم التحجر؛ وهو أن يضع شيئاً في الصف، فيمنع غيره من الصلاة فيه، ويخرج من المسجد؛ قالوا: لأن هذا منع المكان الذي تحجره بالمسجد أن يذكر فيه اسم الله؛ لأن هذا المكان أحق الناس به أسبق الناس إليه؛ وهذا قد منع من هو أحق بالمكان منه أن يذكر فيه اسم الله؛ وهذا مأخذ قوي؛ ولا شك أن التحجر حرام: أن الإنسان يضع شيئاً، ويذهب، ويبيع، ويشتري، ويذهب إلى بيته يستمتع بأولاده، وأهله؛ وأما إذا كان الإنسان في نفس المسجد فلا حرج أن يضع ما يحجز به المكان بشرط ألا يتخطى الرقاب عند الوصول إليه، أو تصل إليه الصفوف؛ فيبقى في مكانه؛ لأنه حينئذ يكون قد شغل مكانين

  • Haram melarang masjid untuk dijadikan tempat menyebut nama Allah, sama saja apakah itu berupa dzikir kepada Allah, shalat, membaca Al Qur’an, mengajarkan ilmu dan yang semisalnya.

ٍSebagaian ulama’ berdalil dengan ayat ini untuk mengharamkan tahajjur yaitu meletakkan benda di dalam shaf sehingga bisa menghalangi orang lain yang ingin shalat di tempat itu sedangkan dia sendiri malah keluar masjid. Para ulama’ mengatakan : perbuatan tahajjur ini akan menghalang-halangi tempat di dalam masjid tersebut untuk disebut nama Allah. Karena tempat tersebut merupakan hak orang yang datang lebih awal ke masjid, maka perbuatan tahajjur  bisa menghalangi orang yang paling berhak dengan tempat tersebut dan menghalangi disebutnya nama Allah ditempat tersebut.  Dan ini bentuk pendalilan yang kuat. Maka tidak diragukan lagi bahwa perbuatan tahajjur hukumnya haram. Karena seseorang meletakkan sesuatu di dalam masjid, kemudian dia pergi, melakukan jual-beli, pergi ke rumahnya kemudian bersenang-senang dengan anak dan istrinya. Namun jika orang yang melakukan tahajjur tersebut berada di dalam masjid maka tidak mengapa dia meletakkan sesuatu di dalam masjid (melakukan tahajjur) dengan syarat tidak melewati leher orang lain ketika mau mengambilnya, atau harus melewati shaf-shaf, maka ketika itu hendaknya dia tetap di tempatnya karena tempat tersebut telah diisi.

ومن فوائد الآية: شرف المساجد؛ لإضافتها إلى الله؛ لقوله تعالى: { مساجد الله }؛ والمضاف إلى الله ينقسم إلى ثلاثة أقسام: إما أن يكون أوصافاً؛ أو أعياناً؛ أو ما يتعلق بأعيان مخلوقة؛ فإذا كان المضاف إلى الله وصفاً فهو من صفاته غير مخلوق، مثل كلام الله، وعلم الله؛ وإذا كان المضاف إلى الله عيناً قائمة بنفسها فهو مخلوق وليس من صفاته، مثل مساجد الله، وناقة الله، وبيت الله؛ فهذه أعيان قائمة بنفسها إضافتها إلى الله من باب إضافة المخلوق لخالقه على وجه التشريف؛ ولا شيء من المخلوقات يضاف إلى الله عز وجل إلا لسبب خاص به؛ ولولا هذا السبب ما خص بالإضافة؛ وإذا كان المضاف إلى الله ما يتعلق بأعيان مخلوقة فهو أيضاً مخلوق؛ وهذا مثل قوله تعالى: {ونفخت فيه من روحي} [الحجر: 29] ؛ فإن الروح هنا مخلوقة؛ لأنها تتعلق بعين مخلوقة

  • Keutamaan masjid . Karena kata masjid disandarkan kepada Allah. Berdasarkan firman Nya ” masjid-masjid Allah”. Kata yang disandarkan kepada Allah terbagi menjadi tiga macam : bisa berupa sifat, benda yang bisa berdiri sendiri (a’yan) atau yang terkait dengan a’yan makhluk. Jika yang disandarkan kepada Allah itu berupa sifat maka kata tersebut merupakan sifat Allah, bukan makhluk, seperti : perkataan Allah (kalaamullah) dan ilmu Allah (ilmullah). Jika yang disandarkan kepada Allah itu berupa benda yang bisa berdiri sendiri maka dia makhluk dan bukan sifat Allah, seperti : masjid-masjid Allah (masaajidullah) dan 0nta Allah (naakhatullah). Maka kata tersebut merupakan benda yang bisa berdiri sendiri. Disandarkannya benda tersebut kepada Allah masuk dalam bab idhafatul makhluq li khaaliqihi (penyandaran makhluk kepada penciptanya) fungsinya untuk memuliakan makhluk tersebut. Tidak ada satu makhlukpun yang disandarkan kepada Allah ta’ala kecuali memiliki sebab khusus ini. Seandainya karena bukan sebab khusus ini (pemuliaan) maka tidak akan khusus disandarkan kepada Allah. Sedangkan jika yang disandarkan kepada Allah itu terkait dengan a’yan makhluk maka dia juga makhluk. Seperti firman Nya : ” dan telah meniupkan ke dalam ruh ciptaan Ku” (Al Hijr : 29).   Ruh di dalam ayat ini makhluk karena terkait dengan a’yan makhuk.

ومن فوائد الآية: أن المصلَّيات التي تكون في البيوت، أو الدوائر الحكومية لا يثبت لها هذا الحكم؛ لأنها مصلَّيات خاصة؛ فلا يثبت لها شيء من أحكام المساجد

  • Para wanita yang shalat di rumah-rumah mereka atau shalat di kantor pemerintahan tidak terkena hukum ini. Karena para wanita memiliki hukum khusus, sehinggah hukum masjid ini tidak berlaku bagi mereka.

ومنها: أنه لا يجوز أن يوضع في المساجد ما يكون سبباً للشرك؛ لأن { مساجد الله } معناها موضع السجود له؛ فإذا وضع فيها ما يكون سبباً للشرك فقد خرجت عن موضوعها، مثل أن نقبر فيها الموتى؛ فهذا محرم؛ لأن هذا وسيلة إلى الشرك

  • Tidak boleh meletakkan sesuatu di dalam masjid yang bisa menjadi sebab dilakukannya perbuatan kesyirikan. Karena makna masjid-masjid Allah adalah tempat sujud untuk Allah. Maka jika meletakkan sesuatu di dalam masjid yang bisa menjadi sebab kesyirikan berarti telah melenceng dari tujuan utama membangun masjid. Misalnya mengubur mayit di dalam masjid, perbuatan ini haram karena merupakan sarana menuju kesyirikan.

ومنها: وجوب تطهير المساجد؛ وهذا مأخوذ من إضافتها إلى الله تلك الإضافة القاضية بتشريفها، وتعظيمها؛ ولهذا قال تعالى:  وطهر بيتي للطائفين والعاكفين والركَّع السجود

  • Wajib mensucikan masjid. Hal ini diambil dari disandarkannya masjid kepada Allah, maka penyandaran itu memberi konsekuensi untuk memuliakan dan mengagungkan masjid. Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman ” Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang I’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (Al Baqarah : 125).

ومنها: أن الناس فيها سواء؛ لأن الله تعالى أضافها إلى نفسه: { مساجد الله }؛ والناس عباد الله – بالنسبة إلى الله في المسجد سواء -؛ فكل من أتى إلى هذه المساجد لعبادة الله فإنه لا فرق بينه وبين الآخرين

وهنا نقول: إن للعالِم الحق أن يتخذ مكاناً يجعله لإلقاء الدرس، وتعليم الناس؛ لكنه إذا أقيمت الصلاة لا يمنع الناس – هو، وغيره سواء

  •  Sesungguhnya manusia itu sama , karena Allah menyandarkan masjid kepada diri Nya ” masjid-masjid Allah” Semua manusia adalah hamba Allah – menurut pandangan Allah terkait dengan masjid, kedudukan mereka sama- Maka setiap orang yang datang ke masjid untuk beribadah kepada Allah, tidak ada perbedaan diantara mereka.

Oleh karena itu saya katakan di sini bahwa boleh bagi seorang pengajar/ustadz yang mengambil tempat tertentu di dalam masjid untuk mengadakan dars (kajian) dan mengajari manusia. Namun jika akan ditegakkan shalat maka janganlah dia menghalangi orang lain yang mau masuk ke masjid, karena kedudukan dia dan yang lainnya sama saja.

ومنها: أن ذكر الله لا بد أن يكون باسمه، فتقول: لا إله إلا الله؛ سبحان الله؛ سبحان ربك رب العزة عما يصفون؛ سبحان ربي العظيم؛ فالذكر باللسان لا يكون إلا باسم الله؛ أما ذكر القلب فيكون ذكراً لله، وذكراً لأسمائه؛ فقد يتأمل الإنسان في قلبه أسماء الله، ويتدبر فيها، ويكون ذكراً للاسم؛ وقد يتأمل في أفعال الله عز وجل، ومخلوقاته، وأحكامه الشرعية.

  • Sesungguhnya dzikir kepada Allah harus dengan menyebut nama Allah. Engkau bisa mengucapkan : laa ilaaha illallah, subhaanallah, subhaana rabbiyal izzati ‘amma yashifuun subhaana rabbiyal adhiim. Maka dzikir dengan lisan harus menyebut nama Allah. Sedangkan dzikir hati, bisa dengan mengingat Allah dan mengingat nama-nama Nya. Sesorang dapat mentadabburi dan merenungi nama-nama Allah, maka ini termasuk dzikir dengan nama Allah. Dapat juga dengan merenungi perbuatan Allah, makhluk-makhluk, dan hukum syariatNya.

أما ذكره بالضمير المفرد فبدعة، وليس بذكر، مثل طريقة الصوفية الذين يقولون: أفضل الذكر أن تقول: «هو»، «هو»؛ «هو»، «هو»؛ قالوا: لأنك لا تشاهد إلا الله -والعياذ بالله؛ فهم يرون أن أكمل حال الإنسان هو الفناء – أي يفنى عن مشاهدة ما سوى الله، بحيث إنه ما شاهد إلا الله؛ ويقولون: ليس بلازم أن تقول: «لا إله إلا الله»: تثبت إلهين: واحد منفي، والثاني مثبت! بل قل: «هو»، «هو»، «هو»؛ فهذا لا شك من البدع؛ وليس ذكراً لله عز وجل؛ بل هو من المنكر.

Sedangkan dzikir menggunakan kata ganti bentuk tunggal atau dhamir mufrad hukumnya bid’ah dan bukan termasuk dzikir yang disyariatkan. Sebagaimana yang ditempuh oleh orang-orang sufi, mereka berkata : Dzikir yang paling afdhal adalah ” Dia” , “Dia” , “Dia”, “Dia” Mereka mengatakan bahwa engkau tidaklah menyaksikan kecuali Allah -kita berindung kepada Allah dari perbuatan ini- Mereka berpendapat bahwa keadaan paling sempurna seseorang adalah al fana yaitu hilangnya segala yang ada kecuali Allah yaitu mereka tidaklah menyaksikan dan melihat sesuatu kecuali Allah. Mereka mengatakan perkataan laa ilaha illah engkau melazimkan bahwa engkau menetapkan dua ilah. Ilah yang pertama yang engkau nafikan  sedangkan ilah yang kedua yang engkau tetapkan, oleh karena itu katakan ” Dia”, “Dia”, “Dia”. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan mereka ini termasuk bid’ah, bukan termasuk dzikir kepada Allah namun malah kemungkaran

ومن فوائد الآية: تحريم تخريب المساجد؛ لقوله تعالى: { وسعى في خرابها }؛ ويشمل الخراب الحسي، والمعنوي؛ لأنه قد يتسلط بعض الناس – والعياذ بالله – على هدم المساجد حسًّا بالمعاول، والقنابل؛ وقد يخربها معنًى، بحيث ينشر فيها البدع والخرافات المنافية لوظيفة المساجد

  • Haramnya merobohkan masjid. Berdasarkan firman Nya ” Dan mereka berusaha merobohkannya”.  Maksud merobohkan disini mencakup merobohkan masjid secara hissi (real) atau maknawi, karena sebagian manusia -kita berlindung kepada Allah dari perbuatan yang demikian- ada yang menghancurkan masjid secara hissi yaitu dengan menggunakan bom. Terkadang menghancurkan masjid secara maknawi yaitu dengan menyebarkan bid’ah dan khurafat yang bertentangan dengan fungsi masjid

ومنها: البشارة للمؤمنين بأن العاقبة لهم، وأن هؤلاء الذين منعوهم لن يدخلوها إلا وهم خائفون؛ وهذا على أحد الاحتمالات التي ذكرناها

  • Kabar gembira untuk kaum mukminin karena akhir yang baik bagi mereka. Dan orang-orang yang menghalangi mereka masuk ke masjid kecuali dalam keadaan takut ada beberapa kemungkinan sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya

ومنها: أن عقوبة من منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه وسعى في خرابها، الخزي والعار في الدنيا، والعذاب العظيم في الآخرة

  • Sesungguhnya hukuman bagi orang yang melarang masjid untuk disebut nama Allah di dalamnya bahkan malah ingin merobohkan masjid tersebut adalah kehinaan di dunia dan adzab yang besar di akhirat

ومنها: أن الذنب إذا كان فيه تعدٍّ على العباد فإن الله قد يجمع لفاعله بين العقوبتين: عقوبة الدنيا، وعقوبة الآخرة؛ عقوبة الدنيا ليشفي قلب المظلوم المعتدى عليه؛ ولا شك أن الإنسان إذا اعتدى عليك، ثم رأيت عقوبة الله فيه أنك تفرح بأن الله سبحانه وتعالى اقتص لك منه؛ أما إذا كان في حق الله فإن الله تعالى لا يجمع عليه بين عقوبتين؛ لقوله تعالى: {وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفو عن كثير} [الشورى: 30]

  • Sesungguhnya perbuatan dosa jika itu berpengaruh kepada hamba-hamba Allah yang lainnya maka Allah akan mengumpulkan dua hukuman terhadap pelakunya yaitu hukuman di dunia dan di akhirat. Hukuman di dunia untuk menyenangkan hati orang yang dia dhalimi. Karena tidak diragukan lagi bahwa jika engkau terdhalimi  kemudian engkau melihat hukuman Allah pada orang yang mendhalimimu maka engkau akan merasa senang karena Allah telah membalas perbuatan dia untukmu. Sedangkan jika perbuatan dosa tersebut terkait dengan hak Allah maka Allah tidak akan mengumpulakan dua hukuman tersebut, berdasarkan firman Nya ”  Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri,dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syura : 30).

ومن فوائد الآية: إثبات يوم القيامة؛ لقوله تعالى:  ولهم في الآخرة عذاب عظيم

  • Diantara faedah ayat ini adalah penetapan adanya hari kiamat, berdasarkan firman Nya ”  dan bagi mereka di akhirat ada siksa yang berat “

ومنها: أن عذاب الآخرة أعظم من عذاب الدنيا، كما أن نعيم الآخرة أكمل من نعيم الدنيا؛ ولكن الله سبحانه وتعالى يُري عباده نموذجاً من هذا، ومن هذا؛ لأنه لا يستقيم فهم الوعيد، ولا فهم الوعد، إلا بمشاهدة نموذج من ذلك؛ لو كان الله توعد بالنار، ونحن لا ندري ما هي النار، فلا نخاف إلا خوفاً إجمالياً عاماً؛ وكذلك لو وعد بالنعيم والجنة، ولا نعرف نموذجاً من هذا النعيم، لم يكن الوعد به حافزاً للعمل

  • Sesungguhnya adzab akhirat lebih besar daripada adzab dunia. Demikian juga nikmat yang ada di akhirat lebih sempurna daripada nikmat dunia. Akan tetapi Allah memperlihatkan kepada hamba-hamba Nya permisalan adzab dunia dan adzab akhirat. Karena tidaklah lurus pemahaman terhadap ancaman dan janji Allah kecuali dengan menyaksikan contoh hal tersebut. Seandainya Allah mengancam dengan siksaan neraka, dan kita tidak mengetahui apa itu neraka, maka kita tidak akan takut terhadap siksa di neraka kecuali rasa takut yang umum. Demikian juga seandainya dijanjikan dengan nikmat-nikmat surga, sedangkan kita tidak mengetahui contoh-contoh nikmat itu maka janji tersebut tidak akan mendorong untuk beramal shalih.

Faedah-faedah yang disampaikan oleh beliau rahimahullah ini dapat kita baca disini

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s