Kasus keempat : apakah parameter yang menunjukkan bahwa perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sifatnya ibadah atau adat ?
Kita katakan : kita lihat sebab yang menjadi faktor pendorong perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Misalnya : Nabi singgah pada suatu tempat, apakah beliau melakukannya dalam rangka bertaqarrub/mendekatkan diri kepada Allah ? atau sebab perbuatan tersebut karena tempatnya lebih mudah, ini pada keumuman tempat. Singgahnya beliau pada suatu tempat bukan karena dzat tempat tersebut, maka bukan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah. Berbeda dengan singgahnya Nabi di Arafah yaitu untuk manasik haji dan ibadah.
Oleh karena itu kita katakan : tidak disyariatkan bagi seseorang duduk di lembah Namrah di pagi hari, hari Arafah meskipun Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam duduk padanya. Karena Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam melakukan perbuatan tersebut karena lebih mudah bagi beliau. Bukan karena taqarrub dan ibadah. Demikian pula bermalamnya beliau pada malam ke-14 bulan Dzul Hijjah di Mahshab, beliau lakukan karena supaya beliau lebih mudah untuk keluar, bukan karena taqarrub atau ibadah.
(Sumber : Syarah Kitaab Qawaaid Al Ushuul wal Mawaaqid Al Ushuul, hal. : 138, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syistri hafidzahullah)