Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu‘anhu berkata : “Aku pernah shalat i’ed bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa ada adzan dan iqamah.” (HR. Muslim dan hadits semisalnya di sepakati oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma dan selainnya.)
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam rahimahullah berkata :
Fawaaid hadits diatas :
Pertama : Shalat i’ed, baik I’dul fithri maupun I’dil adha, tidak disyariatkan padanya adzan dan iqamah, perkara ini seperti menjadi kesepakatan para ulama’.
Kedua : Ibnul Qayyim di Al Hadyu berkata : “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika beliau pergi ke lapangan untuk shalat I’ed, beliau shalat tanpa adzan dan iqamah, demikian pula tanpa ada seruan “As Shalaatul Jaami’ah” , maka yang merupakan sunnah adalah tidak melakukan perbuatan tersebut.
Ketiga : Hikmah dibalik tidak adanya adzan dan iqamah dalam dua shalat i’ed –wallahua’lam– adalah karena masuknya waktu pelaksanaan dua shalat i’ed itu sudah masyhur dengan adanya ketetapan masuknya keduanya, waktu kedua shalat tersebut sudah ditentukan dan diketahui.
Kemudian tujuan dari adzan adalah untuk menginformasikan masuknya waktu shalat, dalam shalat i’ed ini manusia tidak membutuhkan informasi tentang masuknya shalat i’ed, karena mereka tidak dalam keadaan lalai dari shalat dan waktunya.
Keempat : Adzan dan iqamah tidak disyariatkan untuk selain shalat wajib lima waktu. Keduanya tidak disyariatkan untuk shalat nafilah, jenazah, i’ed, istisqaa dan tidak pula khusuf.
Imam Nawawi berkata : Adzan dan iqamah tidak disyariatkan untuk selain shalat wajib lima waktu. Inilah yang dikatakan mayoritas ulama’, baik ulama’ dahulu maupun ulama’ belakangan.
Sumber : Taudiih Al Ahkaam, Jilid 1, hal. 522