Penentuan Awal Ramadhan dan I’ed

Penentuan Awal Ramadhan

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika kalian melihat hilal Ramadahan berpuasalah dan jika melihat hilal Syawal berbukalah. Jika hilal tertutup mendung maka perkirakanlah.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Beberapa faedah yang dapat dipetik dari hadits diatas adalah :

  • Awal puasa Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal Ramadhan.
  • I’dul fithri ditentukan dengan melihat hilal Syawal.
  • Tidak dibenarkan berpatokan dan bersandar pada hisab untuk mengetahui masuknya awal Ramadhan dan awal Syawal, karena perbuatan tersebut menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setiap muslim harus yakin bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Hadits ini dijadikan dalil oleh para ulama’ yang berpendapat jika satu orang sudah dapat melihat hilal Ramadhan disuatu negara maka wajib bagi semua kaum muslimin diseluruh dunia untuk mengikutinya. Ulama’ lain berpandangan bahwa perkara ini tergantung dengan masing-masing Negara atau daerah, karena mathla’ (tempat terbitnya hilal) tiap daerah berbeda beda. Jika sudah tampak hilal bagi suatu daerah maka wajib bagi penduduk daerah tersebut untuk berpuasa namun tidak untuk daerah lain yang belum muncul hilal. Ini adalah perkara yang diperselisihkan para ulama’ sejak zaman dulu hingga sekarang. Maka yang lebih tepat dalam perkara yang seperti ini adalah dikembalikan kepada pemerintah atau pemimpin masing-masing negara. Sebagaimana kaedah yang disebutkan oleh para ulama’:

حكم الحاكم يرفع الخلاف

“Keputusan pemerintah menyelesaikan perbedaan.”

  • Hadits diatas sebagai sebagai dalil tidak disyariatkannya puasa sebelum melihat hilal serta larangan puasa pada hari yang diragukan.
  • Para ulama berbeda pendapat tentang makna فقدروا له (maka perkirakanlah) :

Pertama : ulama’ Hanabilah menyatakan bahwa maksud perkirakanlah adalah sempitkanlah, yaitu jika terjadi mendung dimalam 30 Sya’ban maka bulan Sya’ban disempitkan menjadi 29 hari.

Kedua : jumhur ulama’, diantaranya Imam abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa maksud “perkirakanlah” adalah jadikan bilangan Sya’ban dalam jumlah yang sempurna (30 hari). Dan inilah pendapat yang lebih tepat berdasarkan hadits riwayat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma :

فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين

“Jika tertutup mendung maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban 30 hari.” [HR. Bukhari dan Muslim].

 

Sumber : Syarah Umdatul Ahkam dari para ulama’.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s